Hal yang saya pelajari hari ini : Never Judge. Jangan pernah menghakimi atau menilai kalau kamu nggak benar-benar mengerti keadaan. Mungkin ada sebagian manusia yang merasa pernah mengalami. Bagaimana rasanya dituduh atau dipandang dengan satu title tertentu yang sebenarnya sama sekali tidak pernah dilakukan atau bukan merupakan kenyataan. Hmm, bisa dikatakan saya pernah juga mengalami dinilai jutek tanpa orang yang mengatakan itu kenal sama saya ya. Tapi memang, saya akuin salah saya juga karena pasang tampang anti-sosial kadang-kadang kalau bukan di dekat teman main yang dikenal jelas. XD~

Sekarang, kenapa saya hari ini bisa belajar untuk tidak menghakimi dan menilai orang dari satu sudut pandang saja? Dalam hal ini sudut pandang saya tentunya. Karena dalam salah satu pembicaraan via online, yang menyangkut pada hubungan Heteroseksual dan Homoseksual, saya sedikit tersinggung. Sedikit, atau banyak? Ya, saya tau, anda yang baca dan kenal saya juga pasti tau sebenarnya bagaimana sensitif hal itu. Karena bagi saya, doesn’t matter manapun jalan yang dipilih manusia, hormatilah. Itu prinsip utama tentunya.

Karena ini, saya tergelitik sedikit saat ada yang menyebutkan “Those homosexual always do that full of lust, not feelings. Especially gay since they are a man after all,” dalam sebuah pembicaraan mengenai urusan xxx thingie. Bisakah ini dikatakan menjudge orang? Saya Hetero dan harusnya saya bisa bersikap acuh karena kata-kata itu tidak menyinggung orientasi saya sama sekali. Tapi tidakkah kata-kata itu menunjukkan sang pengucap adalah pihak tak bertanggung jawab? Mereka mengatakan bahwa napsu dan cinta itu berbeda dan dalam konteks kaum Homo napsu jauh lebih menguasai dibandingkan perasaan yang katanya cengeng bernama : Cinta, Kesedihan, Keinginan Memiliki, dan sebagainya.

Well, man is a man, gay is a gay, lesbian is a lesbian. But they are also human if you didn’t realise that people. Kenapa hal cengeng berbau tangis, air mata, perasaan hanya diperbolehkan bagi kaum wanita? Kenapa laki-laki yang menangis adalah banci? Kenapa gay dan lesbian dikatakan memiliki napsu lebih besar dibandingkan perasaan? That’s judging. Karena tak ada yang menanyakan alasan dibalik semua tuduhan tak berdasar itu. Bahwa laki-laki menangis adalah wanita yang terjebak dalam tubuh jantan dan gender salah. Bahwa walaupun gay, dia tetap laki-laki jadi tak akan menangis dan terluka? Benarkah demikan para kaum gay? Sepertinya tidak.

Satu hal bisa saya pastikan. Rasanya, saya berteman dengan gay, tidak banyak, mungkin segelintir dalam satu perkumpulan kecil. Dan mereka jauh lebih mengerti bagaimana saat saya memerlukan bantuan, saat saya dirundung perasaan yang katanya sangat wanita sekali sehingga laki-laki tidak mau memikirkannya, mereka ada. Ada dan mengerti. Ada dan mendengarkan. Maka, bolehkah saya menyatakan bahwa semua yang mengatakan hal-hal menghakimi diatas adalah manusia yang harusnya dihakimi dan bukan menjadi hakim atas kepantasan hidup yang dijalankan?

Karena para tertuduh lebih mengerti bahwa mereka tidak demikian. Manusia punya air mata. Kenapa tak boleh menangis karena tuntutan kemasyarakatan? Karena dia jantan, jago berkelahi, preman pasar, pernah membunuh dan masuk penjara, lantas dia tidak boleh menangis saat kehilangan sesuatu yang berarti? Bisakah? Bukankah perasaan tak akan terlukis kalau bukan dengan wujud yang nyata? Apa bedanya dengan tertawa saat bahagia? Apa bedanya dengan berteriak saat merasakan amarah? Apa beda dengan tangisan saat merasakan bahagia berlebih atau mungkin kehilangan sesuatu yang berarti?

Benarkah kata-kata bahwa mereka hanya memperdulikan napsu sampai tidak melihat apapun dalam diri pasangan? Menganggap mereka sebagai mesin pemuas diri dan bukan sebagai satu wujud nyata yang bisa membawakan kedamaian sampai apapun rela dilakukan? Apapun bahkan kesakitan dan penghinaan dari masyarakat luas. Apapun yang berdasar pada perasaan dan bukan dibutakan oleh napsu belaka. Benarkah tidak pernah ada?

Come on people, apapun wujudnya, manusia sama. Hanya  berbeda dalam interpretasi unik bernama budaya. Di Indonesia, masih ada anak laki-laki menangis dikatakan banci, di budaya lain? Benarkah demikian? Bukankah anak pasti menangis saat jatuh di salah satu jalan hidupnya? Bukankah anak pasti menangis kalau kehilangan orang tuanya? Bisakah seorang pria dewasa menangis tersedu-sedu? Bisa. Bisakah seorang wanita dewasa bersikap tegar menghidupi anak tanpa seorang suami tanpa mengeluh sama sekali? Bisa. Apapun bisa terjadi karena dunia bukan diciptakan atas dasar perhitungan dan pandangan seorang manusia yang terbatas. Tapi Tuhan.

That’s the different. God, never judge you for how weak you are, but how strong you will be time after time. How strong you can be, and how much courage you have to admit that you are a human being with all the weaknesses you have. For all the tears that lead you to happiness. For all the smile in your entire life that makes people treasure you the most. And for how much person crying for you when you’re not here anymore.

Not for how much lust you have. Not for how much sin you’ve got.

Post pertama dan pelajaran pertama yang saya simpan. Semoga suatu saat nanti pun saya bisa diingatkan kembali dengan ini. =w=b